BABI
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian
Asuransi
Dalam
bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie
yang terdiri dari kata “assuradeur” yang
berarti penanggung dan “geassureerde” yang
berarti tertanggung. Kemudian dalam bahasa Perancis disebut “Assurance” yang berarti menanggung
sesuatu yang pasti terjadi. Sedangkan dalam bahasa Latin disebut “Assecurare” yang berarti meyakinkan
orang. Selanjutnya bahasa Inggris kata asuransi disebut “Insurance” yang berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak
mungkin terjadi dan “Assurance” yang
berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi.
Usaha perasuransian adalah lembaga
keuangan bukan bank yang telah makin berkembang seiring dengan adanya kesadaran
dari masyarakat, terutama masyarakat di perkotaan akan pentingnya hakikat dari
asuransi tersebut dalam mengantisipasi timbulnya kerugian, atau kehilangan
keuntungan keuntungan dari suatu kegiatan usaha yang dijalankannya.[1]
Di
Indonesia pengertian Asuransi menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Asuransi adalah sebagai berikut:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Dalam
perjanjian asuransi dimana tertanggung
dan penanggung mengikat suatu perjanjian tentang hak dan kewajiban
masing-masing. Perusahaan asuransi membebankan sejumlah premi yang harus
dibayar tertanggung. Premi yang harus dibayar sebelumnya sudah ditaksirkan dulu
atau diperhitungkan dengan nilai iesiko yang akan dihadapi. Semakin banyak risiko,
semakin besar premi yang harus dibayar dan sebaliknya.[2]
Secara lebih dalam untuk memberikan
perbandingan tentang definisi asuransi, dapat kita lihat pada pendapat dibawah
ini:
1) Prof.
Mehr dan Cammack mengatakan bahwa asuransi adalah alat sosial untuk mengurangi
risiko, dengan menggabungkan sejumlah yang memadai unit-unit yang terkena risiko,
sehingga kerugian-kerugian individual mereka secara kolektif dapat diramalkan.
Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang
tergabung.
2) Molengraaff
mengatakan bahwa asuransi kerugian adalah persetujuan dengan mana satu pihak,
penanggung mengikatkan diri terhadap orang lain, tertanggung untuk mengganti
kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung, karena terjadinya suatu
peristiwa yang telah ditunjuk dan belum tentu serta kebetulan, dengan mana pula
tertanggung berjanji untuk membayar premi.
Dari
berbagai definisi di atas dapat kita pahami bahwa dalam konsep manajemen risiko
pada perusahaan asuransi ada dua pihak, yaitu:
1) Penanggung
(insurer) yaitu sebuah perusahaan asuransi yang bertugas untuk menanggung
beberapa kerugian yang timbul, yang tentu didahului oleh kesepakatan yang
dibuat.
2) Tertanggung
(unsurer) yaitu nasabah yang selama ini telah membayar uang premi kepada pihak
penanggung secara berangsur-angsur dan disiplin, dimana dengan pengajuan klaim
yang dilakukan oleh pihak tertanggung maka pihak penanggung wajib untuk
mengecek atau menilai seberapa besar kerusakan yang timbul atau yang diderita
oleh nasabah yang bersangkutan.[3]
B.
Sejarah
Perkembangan Asuransi
Pada
zaman Raja Hamurabi, yaitu Raja Babylon VI (1782-1682 sebelum Masehi). Pada
saat itu telah dihimpun berbagai undang-undang hingga menjadi sebuah kitab yang
berisi 300 pasal. Bekas kitab tersebut masih terlihat di dalam condex justinianus dan code napaleon. Dalam kitab itu, terdapat
suatu peraturan yang diperuntukan bagi para peserta kafilah. Peraturan itu
ialah jika seorang peserta ada yang kecurian atau kehilangan harta di luar
kesalahannya, maka hartanya akan diganti oleh semua peserta.
Pada
zaman keemasan Yunani kuno dibawah pemerintah Iskandar Zulkarnain (356-323
sebelum Masehi), saat itu Menteri Keuangannya yaitu Antimenes. Karena
pemerintahan sangat kekurangan uang, Antimenes menganjurkan kepada para orang
kaya yang memiliki budak belian agar mendaftarkan budaknya dan membayar
sejumlah uang setiap tahun kepada pemerintah. Hal tersebut dilengkapi dengan
pejanjian antara pemilik budak dengan kepala daerah, yang menyatakan bahwa”jika
seorang budak melarikan diri, maka pemilik budak berhak meminta kepada kepala
daerah untuk menangkap budak itu, atau kepala daerah membayar kepada pemilik
budak seharga budak itu.
Di
kalangan bangsa Romawi muncul gagasan melakukan perjanjian asuransi laut pada
abad II, kemudian memencar di berbagai daerah di Eropa pada abad XIV. Pada
tahun 1680 di London berdiri asuransi kebakaran sebagai akibat peristiwa
kebakaran besar di London pada tahun 1666 yang melahab lebih dari 13.000 rumah
dan kira-kira 100 gereja.
Asal
mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia merupakan kelanjutan
asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Kebutuhan akan
kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan syariah diawali dengan mulai
beroperasinya bank-bank syariah. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1992
tentang perbankan dan ketentuan pelaksaan bank syariah. Untuk itulah pada
tanggal 27 Juli 1993, Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melalui
yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaan
Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian Asuransi Takaful, dengan
menyusun Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI).[4]
C.
Manfaat
Asuransi
Ada beberapa
manfaat yang bisa diterima pada saat seseorang atau institusi masuk asuransi
yaitu:[5]
1) Asuransi
mampu berperan sebagai penetralisir risiko. Pengertian penetralisir risiko
adalah pada saat risiko terjadi dan semakin lama cenderung semakin besar maka
pihak asuransi dengan berbagai formatnya berusaha kuat agar risiko yang dialami
oleh suatu perusahaan tidak semakin tinggi namun bisa diperkecil hingga bisa
dihilangkan. Namun yang perlu diingat bahwa usaha untuk menghilangkan risiko
hinggan mencapai titik nol adalah sangat sulit, namun dengan adanya lembaga
asuransi diharapkan risiko tersebut bisa berada pada titik terkecil. Bagi
beberapa pihak selalu saja ada usaha-usaha yang kuat untuk benar-benar
menghilangkan risiko yaitu dengan memasukkan dan menerapkan berbagai formula
yang ditemukan atau dikreatifkan.
2) Asuransi
sebagai pihak pengganti kerugian. Seseorang yang masuk dan terdaftar sebagai
nasabah asuransi berkewajiban membayar setiap bulannya dengan rician serta
biaya klaim asurani yang ditentukan dalam surat perjanjian yang disepakati oleh
kedua belah pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Asuransi sebagai
penanggung risiko adalah memiliki fungsi tegas bahwa pada saat nasabah
mengalami risiko seperti kebakaran dan sejenisnya sesuai dengan kebutuhan yang
berlaku maka kewajiban untuk mengganti kerugian sebesar yang diperjanjikan.
3) Mengurangi
siksaan mental dan fisik bagi pihak tertanggung yang disebabkan rasa takut dan
kekhawatiran.
4) Mengasilkan
tingkat produksi, tingkat harga dan struktur harga yang optimum.
5) Memperbaiki
posisi persaingan perusahaan kecil. Sebagai tambahan perusahaan asuransi dalam
praktik berperan pula dalam aktivitas penting pengendalian kerugian.
D.
Penggolongan
Asuransi
1) Dilihat
dari segi fungsinya[6]
a)
Asuransi
Kerugian (non life innsurance)
Asuransi kerugian
adalah asuransi yang menjalankan usaha memberikan jasa untuk menanggulangi
risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga dari suatu peristiwa yang tidak pasti. Usaha asuransi kerugian di
Indonesia antara lain:
·
Asuransi kebakaran
·
Asuransi pengangkutan
·
Asuransi aneka, yaitu
jenis asuransi kerugian meliputi antara lain asuransi kendaraan bermotor,
asuransi kecelakaan bermotor, asuransi kecelakaan diri, pencurian dan lainnya.
b)
Asuransi
jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa merupakan
perusahaan asuransi yang dikaitkan dengan penanggulangan jiwa atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi ini adalah jenis asuransi yang diberikan pada kasus meninggal dunia
yaitu berupa bantuan atau santunan kepada pihak keluarga atau ahli waris oleh
pihak asuransi.
c)
Reasuransi
(reinsurance)
Reasuransi merupakan
jenis usaha asuransi yang cara kerjanya menggunakan sistem penyebaran resiko,
maksudnya penanggung atau pihak ketiga (asuransi) menyebarkan atau melimpahkan
sebagian atau seluruh resiko kepada pihak penanggung lainnya. hal tersebut
dilakukan bertujuan sebagai pencegahan jika pihak penanggung tersebut tidak
dapat mengatasi atau menanggung klaim resiko dari pemegang asuransi.
2) Dilihat
dari Polis Dasar[7]
a)
Asuransi
berjangka (term life insurance)
Yaitu asuransi yang
menyediakan jasa asuransi jiwa untuk periode tertentu sesuai dengan
kesepakatan, misalnya 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun dan seterusnya.
b)
Asuransi
seumur hidup (whole life insurance)
Adalah asuransi yang
menyediakan jasa asuransi jiwa untuk seumur hidup pemegang polis yang
mengharuskannya membayar premi setiap tahun. Polis ini merupakan polis perlindungan
bagi keluarga karena penanggung akan memberikan sejumlah uang kepada ahli waris
hanya bila peserta meninggal dunia sampai di usia berapa pun.
c)
Asuransi
dua manfaat (endowment)
Adalah kontrak asuransi
jiwa yang masa berlakunya dibatasi misalnya 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, atau
mencapai usia tertentu misalnya 65 tahun sebelum peserta meninggal dunia.
d)
Asuransi
unit investasi (unit linked)
Adalah satu bentuk
investasi kolektif yang ditawarkan melalui polis asuransi. Polis asuransi ini
menawarkan perlindungan, keuntungan dan fleksibilitas dalam berinvestasi.
Investasi dilakukan dalam bentuk unit link yang kemudian di investasikan oleh
manager investasi.
3) Dilihat
dari segi kepemilikannya[8]
Dalam hal ini yang
dilihat adalah siapa pemilik dari perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi
kerugian, asuransi jiwa ataupun reasuransi.
a)
Asuransi
milik pemerintah
b)
Asuransi
milik swasta nasional
c)
Asuransi
milik perusahaan asing
d)
Asuransi
milik campuran
4) Dilihat
dari sifat pelaksananya[9]
a)
Asuransi
sukarela
Asuransi sukarela
merupakan penanggungan jasa yang diberikan secara sukarela, maksudnya asuransi
dilakukkan karena adanya suatu ketidakpastian atau resiko kerugian yang dapat
terjadi. Contohnya asuransi kebakaran, asuransi kendaraan, asuransi jiwa, dan
asuransi pendidikan.
b)
Asuransi
wajib
Asuransi wajib
merupakan jenis asuransi yang bersifat mutlak atau wajib, artinya asuransi ini
wajib diikuti oleh semua pihak yang terkait dengan aturan yang ada (undang –
undang) dan ketentuan dari pemerintah. Contoh asuransi ini yaitu asuransi
jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), asuransi kesehatan (askes) dan
lainnya. selain asuransi dari pemerintah ada juga asuransi wajib kepada pihak
perbankan, misalnya penerima kredit yang mengalami resiko yang terjadi secara
tidak terduga yang dapat merugikan pihak bank.
E.
Manajemen
Risiko
Manajemen risiko
adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu oranisasi
menerapkan ukuran dalam menetapkan berbagai permasalahan yang ada dengan
menempatkan dengan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan
sistemasis. Sedangkan asuransi merupakan sebuah lembaga yang didirikan atas
dasar untuk menstabilkan kondisi bisnis dari berbagai risiko yang mungkin
terjadi, dengan harapan pada saat risiko dialihkan ke pihak asuransi maka
perusahaan menjadi lebih fokus menjalankan usaha.
Manajemen risiko
ialah suatu ilmu yang diajarkan dan dikaji, dianalisis dan dijadikan sebagai
salah satu mata pelajaran yang diajarkan diberbagai sekolah khususnya
universitas. Sedangkan asuransi adalah sebuah perusahaan yang didirikan dengan
kepemilikan struktur organisasi dimana disana terdapat komisaris dan manajemen
perusahaan, dengan orientasi utama perusahaan memperoleh profit yang maksimal
dan bersifat kontinuetas (berkelanjutan).
Manajemen risiko
lebih menekankan kegiatannya pada menemukan dan menganalisa risiko murni.
Sedangkan asuransi merupakan salah satu cara menanggulangi risiko murni
tertentu.
Manajemen risiko
tugas hakikatnya hanya memberikan penilaian belaka terhadap semua teknik
penanggulangan risiko (termasuk asuransi).Sedangkan asuransi tugasnya menangani
seluruh proses pengalihan risiko.
Pelaksanaan
program manajemen risiko menghendaki adanya kerja sama dengan sejumlah individu
dan bagian-bagian dari perusahaan. Sedangkan asuransi melibatkan jumlah orang
dan kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
Keputusan
manajemen risiko mempunyai pengaruh yang lebih luas/besar terhadap operasi
perusahaan. Sedangkan keputusan di bidang asuransi mempunyai pengaruh yang
lebih luas.[10]
F.
Perhitungan
premi asuransi
1) Metode Human Life Value,
metode ini perhitungan Uang Pertanggungan (UP) mutlak dihitung berdasarkan
rata-rata pendapatan setiap bulan yang kita setahunkan serta dikali dengan
ekspektasi lamanya dana tersebut menopang hidup hingga ahli waris mampu untuk mendapatkan
income sendiri. Metode ini tidak perlu mempertimbangkan faktor pertumbuhan dana
jika UP tersebut disimpan dalam Bank atau lembaga investasi lain. Contoh:
Seorang ayah 35 tahun
memiliki penghasilan bersih Rp 5 juta setiap bulannya, istri ibu rumah tangga
mereka memiliki 1 orang anak usia 9 tahun. Jika sang ayah meninggal maka
besarnya UP adalah sebagai berikut:
Human Life Value Rp 5
juta X 12 X 5 =Rp 300 juta, ini berarti jika diambil sebesar Rp 5 juta setiap
bulannya akan bertahan selama 5 tahun untuk biaya hidup jika sang ayah
meninggal dunia (tanpa menghitung bunga atau pertumbuhan dana).
2)
Metode Income Based Value, metode
ini perhitungan UP mutlak dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan setiap
bulan yang kita setahunkan dibagi dengan faktor pertumbuhan dana karena UP
tersebut wajib disimpan dalam lembaga investasi selain bank. Contoh:
Income
Based Value: (Rp 5 juta X 12)/6 persen = Rp 1 miliar. Penjelasan: mengapa
dibagi dengan 6 persen? Karena jika UP diterima maka dana tersebut asumsinya
oleh ahli waris akan ditempatkan pada instrumen investasi pendapatan tetap
seperti ORI (Obligasi Ritel Indonesia), Sukuk (Obilgasi Syariah) atau Reksa
Dana Pendapatan Tetap (bukan pada Deposito) yang secara historis memiliki
kinerja setahun pada kisaran 6 persen s.d 10 persen. Jadi uang sebesar Rp 1
miliar akan menghasilkan Rp 5 juta setiap bulannya karena Rp 1 miliar X (6
persen/12)=Rp 5 juta per bulan.
3)
Metode Financial Needs Based Value, metode ini lebih spesifik untuk memproteksi kebutuhan financial
dimasa mendatang misalkan dana pendidikan. Dalam prakteknya untuk menghindari
pembayaran premi yang sangat besar maka metode ini tidak bisa berdiri sendiri
namun harus dikombinasikan dengan investasi produk yang cocok untuk hal ini
adalah asuransi unitlink dimana pengembalian rata-ratanya di atas deposito.
metode ini tidak memproteksi penghasilan melainkan kebutuhan keuangan di masa
mendatang. Contoh:
Financial
Needs Based Value: Contoh metode ini untuk memproteksi biaya pendidikan kelak
jika sang ayah meninggal. Misalkan biaya pendidikan di universitas sekarang
adalah Rp 200 juta maka 9 tahun lagi biaya pendidikan menjadi sekitar Rp 550
juta dengan perkiraan kenaikan biaya pendidikan 12 persen setiap tahunnya. Jadi
UP untuk memproteksi biaya pendidikan adalah sebesar Rp 550 juta atau kalau
ingin lebih murah bisa dengan UP Rp 275 juta dan membeli produk asuransi
Unitlink yang sudah instrumen investasi di dalamnya .[11]
G.
Perbedaan
asuransi kovensional dan syariah
1)
Perbedaan
Konsep Fundamental
Dewan
Syariah Nasional MUI menetapkan pengertian asuransi syariah (ta’min,
takaful,atau tadhamun) sebagai usaha saling melindungi dan tolong menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui dana investasi dalam bentuk aset atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (fatwa DSN MUI No. 21/DSNMUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah). Berdasarkan fatwa DSN MUI tersebut
dapat diartikan bahwa konsep fundamental asuransi syariah adalah kegiatan
tolong menolong diantara peserta asuransi syariah dan tidak bertujuan komersil.
Sementara
itu, konsep dasar asuransi konvensional adalah jual beli antara peserta dan
perusahaan. Hal ini dapat dipahami dari arti asuransi secara umum yang berarti
“jaminan”. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata ‘asuransi’ adalah
‘pertanggungan’. Definisi standar asuransi dijelaskan dalam Undang-Undang No. 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian bahwa asuransi adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan. Dengan demikian dapat diartikan bahwa konsep fundamental
asuransi konvensional adalah jual beli antara peserta dengan perusahaan
asuransi.[12]
2)
Perbedaan
Pengelolaan Risiko
Prinsip pengelolan risiko asuransi
syariah adalah berbagi risiko (risk sharing), yaitu risiko ditanggung bersama
sesama peserta asuransi. Sementara itu prinsip pengelolaan risiko asuransi
konvensional adalah transfer risiko (risk transfer) yaitu prinsip risiko dengan
cara mentransfer atau memindahkan risiko peserta asuransi ke perusahaan
asuransi.
3)
Perbedaan
Prinsip-prinsip Pengelolaan Asuransi
Menurut Amrin (2011), pengelolaan
asuransi syariah menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a) Prinsip
Tauhid
b) Prinsip
Keadilan
c) Prinsip
Tolong Menolong
d) Prinsip
Amanah
e) Prinsip
Saling Ridha (‘An Taradhin)
f) Prinsip
Menghindari Riba
g) Prinsip
Menghindari Maisir[13]
h) Prinsip
Menghindari Gharar
i)
Prinsip Menghindari
Risywah (Sogok-Menyogok)
j)
Berserah Diri Dan
Ikhtiar
k) Saling
Bertanggung Jawab
l)
Saling Melindungi Dan
Berbagi Kesusahan
Sementara
itu, pengelolaan asuransi konvensional menggunakan prinsip-prinsip sebagai
berikut.
1) Insurable
Interest
Prinsip ini menyatakan bahwa pihak-pihak
yang ingin mengasuransikan (tertanggung) harus mempunyai hubungan keuangan
dengan obyek yang dipertanggungkan, sehingga pada tertanggung timbul hak atau
kepentingan atas obyek yang dipertanggungkan sehingga hubungan keuangan antara
tertanggung dengan obyek pertanggungan menjadi sah menurut hukum yang berlaku.
2) Utmost
Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Prinsip ini menyatakan bahwa tertanggung
yang ingin mengasuransikan obyek pertanggungan harus mempunyai itikad yang
sangat baik dalam berasuransi. Hal ini bermakna bahwa tertanggung harus secara
sukarela menerangkn kondisi yang sebenar-benarnya berdasarkan fakta yang ada
atas obyek yang akan dipertanggungkan tersebut kepada penanggung, sehingga
penanggung memperoleh informasi secara lengkap dan benar mengenai kondisi obyek
pertanggungan. Dan sebaliknya, penanggung berkewajiban memberitahukan
sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan
obyek yang diasuransikan.
3) Indemnity
Prinsip ini menganut azaz keseimbangan
dalam asuransi, maksudnya adalah siriko yang dialihkan kepada penanggung harus
diimbangi dengan premi yang dibayar oleh tertanggung. Azas keseimbangan ini
mempunyai arti penting, sebab bila terjadi kerugian, maka ganti rugi atas
kerugian tersebut harus sebanding dengan risiko yang dialihkan kepada
penanggung.
4) Subrogation
Prinsip subrogation diatur dalam pasal
284 kitab Undang-undang Hukum Dagang yang berbunyi “apabila seorang penanggung
telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan
menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga
yang telah menimbulkan kerugian kepada tertanggung”. Dengan kata lain, apabila
anda mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga maka pihak
perusahaan asuransi, setelah memberikan ganti rugi kepada nasabah, akan menggantikan
kedudukan nasabah dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
Penggantian posisi semacam itu disebut subrogasi.[14]
Sedangkan menurut Heri Sudarsono
dalam bukunya mengatakan bahwa perbedaan asuransi syariah dan asuransi
konvensional sebagai berikut.[15]
Keterangan
|
Asuransi Syariah
|
Asuransi Konvensional
|
Pengawasan Dewan Syariah (PDS)
|
Adanya dewan pengawas syariah.
Fungsinya mengawasi produk yang di pasarkan dan investasi dana.
|
Tidak ada
|
Akad
|
Tolong menolong (takafulli)
|
Jual beli
|
Investasi dana
|
Investasi dana berdasarkan syariah
dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
|
Investasi dana berdasarkan bunga.
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) merupakan milik peserta. Perusahaan yang sebagai pemegang amanah yang
mengelola.
|
Dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) menjadi milik perusahaan; perusahaan bebas menentukan investasinya.
|
Pembayaran klaim
|
Dari rekening tabarru’ (dana
kebijakan) seluruh peserta; sejak awal sudah di ikhlaskan oleh peserta untuk
keperluan tolong-menolong bila terjadi musibah.
|
Dari rekening dana perusahaan.
|
Keuntungan (profit)
|
Dibagi antara perusahaan dengan
peserta sesuai prinsip bagi hasil (al-mudharabah).
|
Seluruhnya menjadi pemilik perusahaan.
|
CATATAN
TAMBAHAN
1) Premi
adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan.
2) Klaim
adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan.
3) Polis
asuransi adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi
dengan perusahaan asuransi.
BAB
II
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Di
Indonesia pengertian Asuransi menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Asuransi adalah sebagai berikut:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Manfaat asuransi
antara lain: asuransi mampu berperan sebagai penetralisir risiko; asuransi
sebagai pihak pengganti kerugian; mengurangi siksaan mental dan fisik bagi
pihak tertanggung yang disebabkan rasa takut dan kekhawatiran; mengasilkan
tingkat produksi, tingkat harga dan struktur harga yang optimum; emperbaiki
posisi persaingan perusahaan kecil. Sebagai tambahan perusahaan asuransi dalam
praktik berperan pula dalam aktivitas penting pengendalian kerugian.
Perbedaan
asuransi konvensional dan asuransi syariah, yaitu perbedaan konsep fundamental;
perbedaan pengelolaan risiko; dan perbedaan prinsip-prinsip pengelolaan
asuransi.
DAFTAR
PUSTAKA
Andri Soemitra,
Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010)
Heri Sudarsono, Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2013)
Herman Darmawi, Manajemen
Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006)
Hermansyah, Hukum
Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011)
Irham Fahmi, Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Bandung:Alfabeta, 2014)
Kasmir, Bank
dan Lembaga Keuangan lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)
Novi Puspitasari, “Sejarah dan Perkembangan Asuransi
Islam serta Perbedaannya dengan Asuransi Konvensional”, dalam JEAM Vol X No.
1/2011
http://asuransitakaful.net/tips-memilih-asuransi/tips-menghitung-uang-pertanggungan-asuransi/
[11]http://asuransitakaful.net/tips-memilih-asuransi/tips-menghitung-uang-pertanggungan-asuransi/ diakses pada 30
September 2016
[12] Novi
Puspitasari, “Sejarah dan Perkembangan Asuransi Islam serta Perbedaannya dengan
Asuransi Konvensional”, dalam JEAM Vol X No. 1/2011 h.39
[13] Maisir
dalam bahasa Arab adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa bekerja
keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja keras
[14] Novi
Puspitasari, “Sejarah dan Perkembangan Asuransi Islam serta Perbedaannya dengan
Asuransi Konvensional”, dalam JEAM Vol X No. 1/2011 h. 40-45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar